Kamis, 03 Februari 2011

Cerita Bersama Sang Murid 16

We care about our planet!

April 23rd, 2008 by hestiwuland
Selasa, 22 April 2008, murid-muridku udah siap dengan baju house mereka (kayak pelangi berwarna warni), tangan mereka terbungkus kaos tangan berkebun (ada yang warna warni juga, lucuuu, tapi menurutku sayang ajah ya bakalan kotor ;p ) dan gaya siap tempur dengan sekop berkebun mereka. Today we’re planting the trees!
Mereka terbagi dalam 3 kelompok menanam. Setelah diberikan pengarahan, mereka langsung menyerbu lubang yang sudah tersedia untuk menanam. Mereka dengan semangat menyampur tanah hasil galian dengan kompos lalu memasukkan bibit pohon ke lubang, membuka plastik pembungkus tanahnya hati-hati dan menanamnya. Suasananya rame banget, di bagian sana kelas lain juga heboh dan sibuk dengan bibit pohon mereka. Di sini tak kalah ramenya, Raihan berpartisipasi membuat ramai dengan mengambil tanah-tanah basah dan membuangnya ke lubang begitu saja diiringi jeritan teman-temannya yang terciprat, Orsal ribut memberi instruksi sambil memegang erat-erat bibit pohon itu layaknya barang berharga (dan baru kali ini melihatnya seserius itu…), Carissa, Anin,Kirana, Ara, Widya dan semua yang putri rame-rame menimbun bibit pohon rambutan mereka.
Jam 9, … Horeeeeee!
"Bu Hesti, pohon kami udah tertanam!" Sorak mereka seru.
"Wah hebat, nanti dirawat ya," sahutku kagum. Mereka tersenyum lebar dengan senang. Aduh, senangnya lihat wajah polos mereka yang keringatan setelah menanam pohon.
Raihan menghampiriku,"Aku sudah jadi tukang kebun yang handal, bu Hesti." Lapornya.
"Sip, Raihan," kataku, yang penting kamu dan yang lainnya senang hari ini.
Setelah istirahat, mereka lalu menuliskan nama pohon yang mereka tanam dan nama-nama penanamnya. Nanti mereka akan memasangnya di depan pohon itu.
Hari itu hari yang sangat menyenangkan. Di saat yang sama mungkin ada orang yang sedang menebang pohon, hati siapa sih yang tidak sedih. Mau marah-marah juga toh pohonnya sudah tertebang, hutannya sudah menghilang. Tapi di saat ini saya bangga karena sedang mendidik murid-muridku untuk menanam dan mencintai pohon dan mereka belajar melalui pengalaman langsung melihat bahwa sebuah pohon itu sama seperti kita, tumbuh dari kecil yang butuh diperhatikan, dirawat dan disayangi. Kelak akan tumbuh dewasa dengan baik. Anak-anak kecil ini telah melakukan bagian mereka dengan sangat baik yaitu menanam pohon di lingkungan mereka, sudahkah anda melakukan bagian anda dengan baik? :D
Selasa, 22 April 2008, SD YPS Singkole cares about our planet bukan hanya sebuah tema, tapi sebuah tindakan nyata. Btw, salah satu hal yang membuatku bahagia pada hari itu karena sayalah koordinatornya, tulisan ini saya buat sebagai prasasti sejarah untuk kerja kerasku dan teman-teman guru SDS lainnya: Natalia, Pak Aep, Pak Akko, Pak Rustan, Pak Nova, Pak Agung, Pak Darmatika, dll…  dan untuk kerja keras murid-murid kami di SD Singkole.

We really do care about our planet :)

Cerita Bersama Sang Murid 15

So sweet …

January 24th, 2008 by hestiwuland
Kejadian ini baru beberapa hari yang lalu. Pagi itu hujan masih mengguyur kota Sorowako. Aku memutuskan untuk ikut bis sekolah ketimbang naik ojek (…dengan kata lain memaksakan diri tepat jam 7 pagi sudah ada di shelter bus Lawewu…hal yang jarang terjadi belakangan ini ;p ). Benar juga, hujan masih senang menyapa Sorowako.
Aku turun dari bis, berjalan berpayung ke kelasku sambil mengajak Corin yang hanya memakai jas hujannya. Aku melihat Raihan yang berteduh di teras kelas bersama teman-temannya. Hal yang tak kuduga adalah dia kemudian memayungi kepalanya dengan jaket hitam parasutnya, melangkah ke lapangan, menyeberanginya dan berdiri menunggu di atas anak tangga. Kayanya lagi nungguin aku deh :D
Tuh kan, nungguin aku. Raihan sudah merentangkan tangannya yang memegang salah satu ujung jaket yang menutupi kepalanya ketika kusapa.
"Bu Hesti, sekarang ini hujan. Ayo berlindung." Katanya sembari tetap melebarkan jaketnya.
Terdengar suara tawa dari teras blok kelas kecil (Kelas kecil itu kelas 1, 2 dan 3).
"Raihan, ibu Hesti kan sudah pake payung," kataku."Yuk, jalan ke kelas."
Raihan -dengan masih tetap merentangkan jaketnya melindungi kepalanya dari hujan plus memberi tempat untuk seseorang ikut dia lindungi dari hujan- berjalan di depanku. Aku masih pake payung dong, memayungi Corin juga.
Akhirnya sampai juga di teras,"Terima kasih, ya, Raihan."
"Sama-sama, bu Hesti," sahutnya cuek.
So sweet… He’s my student loh :P

Cerita Bersama Sang Murid 14

Bu, hari ini mamaku ulang tahun…

January 24th, 2008 by hestiwuland
Menjelang pulang sekolah, tiba-tiba Vi menghampiriku dengan agak ragu-ragu.
"Bu Hesti, hari ini mamaku ulang tahun," katanya.
"Oh ya?" Sahutku spontan. "Sampaikan selamat ulang tahun ya dari bu Hesti untuk mamanya Vi."
Vi mengangguk senang dan segera berlalu.
Aku terharu mendengarnya. Vi tampak sangat menyayangi ibunya sampai-sampai membiarkan seluruh dunia tau kalau hari ini ibunya ulang tahun. Dulu, aku juga begitu ga ya? Kalau ke guru siy mungkin tidak ya…tapi ke teman-temanku jelas kuberitahu hehehehe…
Selamat ulang tahun ya, ibunya Vi.

Cerita Bersama Sang Murid 13

Suntik lagi?!

December 11th, 2007 by hestiwuland

Raihan tiba-tiba menarik-narik lenganku. Wajahnya tampak panik. Hm, ada apa lagi ya, pikirku. Belum sempat terucap sebuah pertanyaan, Raihan mengeluarkan pertanyaannya duluan,”Bu, kita mau disuntik lagi, ya?” Suntik? Ah, iya… duuuh… Tapi dia tahu dari mana ya? “Kata siapa mau disuntik lagi?” “Itu, bu… ada surat…” Oke, Bu Ety mungkin lihat aku sibuk jadi nitip surat itu ke Raihan. “Coba ibu Hesti lihat suratnya…” kataku sambil berjalan ke mejaku dan diekori Raihan plus beberapa anak lain yang rasa ingin tahunya tinggi sekali. Kubaca surat itu dan menunjukkan ekspresi ‘surprise’ (lagi akting…biasaaaa…jadi guru harus siap jadi pemain peran juga  ) “Waaaaah…kalian kan waktu itu pingin disuntik lagi kaaaan…” Seruku. “Ibu Hesti ga sangka ya ternyata susternya baik hati mau datang lagi untuk suntik kalian…” Raihan melongo…beberapa anak ada yang bersorak gembira. Beberapa bulan lalu ketika ada suntik campak di sekolah, mereka excited ingin suntik lagi jadinya kubilang ajah “Ntar Ibu Hesti bilang ke susternya…” “Bu, aku tidak mau disuntik lagi…” kata Raihan cemas. Raihan, ibu Hesti juga cemas niy kamu harus disuntik lagi, artinya harus berpikir keras lagi cari cara membujukmu. Waktu itu, beberapa bulan lalu, aku bekerja sama dengan ibunya dan mantan terapisnya untuk mempengaruhi dia kalo di tubuhnya banyak musuh dan butuh tentara untuk melawannya. Raihan waktu itu berkeras kalo kapsul dari rumah sakit sudah cukup tentaranya. Kami juga berkeras kalau tentara di kapsul itu masih sedikit…sampai-sampai aku bawain dia foto anak yang kehilangan kakinya akibat perang (maap…maap…kalo Raihan dah gede pasti dia bete banget udah dikibulin hehehehe) dan kubilang kalau anak yang difoto itu ga mau disuntik. Alhasil, Raihan berhasil disuntik. Cara berikutnya…Aha!!! “Ibu Hesti mau tau niy…siapa yang senang disuntik lagi? Kalo senang teriak dengan senang doooong…” kataku. Yup, murid-muridku pinter deh, mereka tau kalo aku lagi membujuk Raihan jadinya mereka bersorak senang. “Kalo Raihan gimana…senang ga disuntik lagi?” Tanyaku di sela gegap gempitanya kelasku. Sambil memandangi teman-temannya yang senang, Raihan berteriak juga”Yeyyyy…” sambil kembali ke tempat duduknya. Keesokan harinya, dia membawa sendiri surat ijin imunisasi dari ibunya (Dulu, mesti ibunya yang bawa surat itu ke aku.) Hehehehehehe… Kita liat saja hari H-nya nanti hehehehehe (still wondering…)

Cerita Bersama Sang Murid 12

Learning from her

November 25th, 2007 by hestiwuland

Pertama kali ketika aku tahu murid baru di kelasku menderita CP, aku sempat khawatir. Aku cuma tahu sedikit sekali tentang CP (Cerebral Palsy). Tapi ketika bertemu langsung dengan ibu dan anaknya, aku malah semangat dan menganggap tidak semua guru punya kesempatan membimbing anak dengan CP. Hari-hari pertama, dia seperti membawa dunia lain ke hidupku. Di depan mata kepalaku sendiri aku melihat seorang gadis kecil yang begitu percaya diri dan mandiri.

Teman-teman sekelasnya sempat kaget dan speechless dengan kehadirannya. Posturnya kecil. Dia punya masalah dengan kemampuan motorik halus dan kasar. Teman-temannya sampai bertanya ke aku,"Bu, kenapa dia kalo ngomong mulutnya mesti miring?" dan aku tidak bisa menjawab. Anak kelas 2 SD belum bisa mengerti tentang CP. Sebagai gantinya aku bilang, kalian berbicaralah dengan cara kalian sendiri saja dan dia dengan caranya sendiri. Hm…tapi senyum dia sangat manis loh.

Dia sangat percaya diri, berkali-kali aku membuktikannya. Saya suka sekali mengawali pelajaran dengan memberikan banyak pertanyaan (sekalian mengecek sejauh mana mereka tahu sebelum kuajarin) dan dia PD loh angkat tangan dan menjawab. Dia tetap berusaha keras untuk mengeluarkan suaranya untuk menjawab. Hal yang positifnya, murid-muridku yang lain ternyata punya rasa empati yang tinggi, mereka mau memberinya waktu yang lebih lama untuknya dan mau mencoba mengerti apa yang dia ucapkan.

Dia sangat mandiri. Dia tidak pernah minta tolong ke temannya untuk mengambilkan sesuatu buatnya. Dia selalu bergerak dan mengambilnya walaupun susah payah. Tapi teman-temannya yang baik hati, tentu saja tidak membiarkannya sendirian. Seperti pelajaran matematika barusan, dia mau mengukur sendiri panjang papan tulis dan lainnya. Padahal dia butuh perjuangan yang lebih dari anak-anak lain untuk bergerak.
Aku belajar banyak hal darinya. Hidup ini bukan untuk dilewatkan dengan keluh kesah…hidup ini pantas dilalui dengan rasa syukur atas apa yang kita miliki.

…dan aku berdoa, semoga aku diberi waktu untuk melihatnya menjadi seorang wanita yang sukses dalam hidupnya. Karena dia sudah memulainya.

Cerita Bersama Sang Murid 11

Poems by grade 3Aers

June 18th, 2007 by hestiwuland
1. By Dita
Terimakasih Guruku (Bu Hesti)
Guruku…
Kau yang mendidikku menjadi anak yang berguna…
Kau yang mengajariku dengan sabar…
Guruku…
Suaramu yang lembut…
Membuat hatiku menjadi tenang…
Wajahmu yang teduh…
Membuatku selalu ingin dalam perhatianmu…
Guruku…
Seribu untaian ucapan terima kasih…
Tidak mampu membalas semua jerih payahmu…
Aku hanya bisa untuk tidak mengecewakanmu…

2. By Jasmin
Kenangan Bersama Bu Hesti
Di hari pertama
Lawakan terdengar
Canda tawa berseru
Bersama teman sekelas
Di hari kedua
Pelajaran dimulai
Anak-anak mulai serius menghadapi ujian
Yang tak lama datang
Berhari-hari telah berlalu
Ujian telah selesai
Anak-anak bersedih hati
Karena berpisah dengan bu Hesti
Bu Hesti, engkau selalu di hati kami
Bu Hesti adalah matahari kami

3. By Amalia
Guru yang baik hati (Bu Hesti)
Guruku…
Kau telah mengajariku berbagai macam ilmu
Kau telah menjadikanku anak yang pintar
Guruku…
Kau telah memberiku tugas
Kau telah mengajariku pelajaran yang susah
Guruku…
Kau telah mengajariku tugas-tugas yang susah
Kau telah menjadikanku anak yang baik
Terima kasih guruku

4. Story by Rizka
Meninggalkan kelas 3A
Rasanya berat deh Rizka tinggalin kelas ini.
Emang sih cape sedikit, tulis-menulis terus setiap hari Senin s/d Jumat.
Tapi kayaknya baru masuk kelas 3 A kemarin.
Yah tapi apa boleh buat, semuanya harus naik ke kelas 4.
Terima kasih ya, bu Hesti, karena udah ngajar kami ber-26 dengan baik.
Walau kadang-kadang dimarahin.
Sekali lagi Rizka ngucapin terima kasih.
Selamat tinggal bu Hesti.
We love u mam Hesti.

Cerita Bersama Sang Murid 10

Suntik Gajah

January 24th, 2007 by hestiwuland
Pada suatu hari, di sekolah ada pemberian imunisasi buat kelas kecil (kelas 1 - 3). Pagi-pagi, di kelas 3 A, warganya sudah sibuk ngomongin imunisasi. Ada yang memamerkan keberanian, ada yang takut-takut, ada yang nakut-nakutin temannya, ada yang saling menguatkan, dan berbagai reaksi lainnya.
Tiba giliran kelas 3 A, mereka dengan berbagai perasaan yang berbaur menyerbu ruang UKS yang telah dipenuhi oleh perawat dari PUSKESMAS Sorowako dan para dokter kecil sekolah (mereka ini siswa kelas besar, kelas 4 - 6). Satu per satu pun maju untuk menghadapi jarum suntik. Para dokter kecil bekerja dengan baik sekali, mereka sukses membesarkan hati adik-adik kelas mereka. Kecuali satu anak dari kelas 3 A, Jasmin.
Jasmin sebenarnya udah di dalam ruangan, perawatnya sudah siap menyuntik, dan dia sudah dibujuk, dipeluk, secara bergantian oleh para dokter kecil dan perawat PUSKESMAS.Tapi dia tetap bertahan sambil berurai air mata. Makin lama mengeluarkan suara tangis dan pipinya kebanjiran. Saya lalu masuk (padahal serem banget lihat jarum suntiknya).
"Kenapa nangis, sih, Jasmin?" Tanyaku sambil memeluknya tetapi membiarkan lengan kirinya terbuka bebas. Perawatnya pun tidak membuang waktu, dan … selesai deh sebelum Jasmin berhenti menangis dan menjawab pertanyaanku.
Ruang UKS jadi gegap gempita dengan suksesnya. Kuajak Jasmin berjalan ke kelas. Wajahnya masih sembab, padahal dia salah satu wanita pemberani di kelas. Makanya, kejadian tadi mengundang tanya dan geli.
"Habisnya kakakku tadi bilang disuntik pake suntik gajah, bu. Aku kan jadi takut." curhatnya sambil menahan dongkol.
Maaf saja, saya tidak bisa menyembunyikan senyum geli.
Geby, teman sekelasnya yang pendiam, kebetulan mendengar curahan hati Jasmin. Dia tumben-tumbennya mau mengeluarkan suara untuk ngomongin ini,"Tapi harusnya kamu kan tahu, tidak mungkin pakai suntik gajah. Kita kan manusia."
Jasmin menoleh padanya dengan wajah ‘be te’.
"Maksudnya bukan suntik untuk gajah, tapi suntik yang segede gajah!" sahutnya. Tangisannya sudah hilang.
"Oooo…" Geby manggut-manggut.
Dan saya melarikan diri untuk melepaskan tawa.

Cerita Bersama Sang Murid 9

Chapter 1 Grade 3 A

August 21st, 2006 by hestiwuland
Agustus, bulan pertama di awal tahun ajaran baru. Bulan ini adalah bab kesatu kelas 3 A bersama saya. Wajah-wajah umur belia yang lucu dan sarat ingin tahu menyapaku di hari pertama. Apalagi ketika mereka saya ajak masuk ke kelas baru mereka, rumah mereka selama setahun ke depan di SD YPS Singkole.
"Kursinya tidak kecil lagi…" komentar mereka senang.
Hehehe
Iyalah, setahun telah cukup membuat mereka berkembang pesat hampir menyamai wali kelas mereka sekarang.
Di kelas baru mereka juga, ada empat kelompok. Namanya Moon, Sun, Star, dan Rainbow. Tema tahun ini memang keindahan benda dan fenomena langit. Harapannya supaya mereka akan melalui tahun ketiga mereka dengan kecemerlangan.
Inilah bab pertama grade 3 A. Dan diberi judul awal kecemerlangan :)

Cerita Bersama Sang Murid 8

Buku Bu Guru

March 16th, 2006 by hestiwuland
Saya adalah salah seorang penggemar Bung Hatta. Bukan hanya karena beliau adalah wakil presiden RI pertama, Bapak Koperasi Indonesia, dll. Kecintaan beliau pada buku membuat saya sangat kagum. Masih teringat tulisan Meuthia Hatta, putri beliau, bahwa Bung Hatta sangat memperlakukan buku dengan sebaik-baiknya, tidak melipat-lipat halaman buku, mencoret-coret, dan mengotorinya. Bahkan beliau (katanya sih) memberikan buku sebagai mahar ketika menikahi istri beliau.
Saya ingin murid-murid saya juga menyintai buku-buku mereka. Sedih rasanya melihat buku-buku mereka hanya rapi pada seminggu pertama mereka mulai belajar di awal tahun pelajaran.  Mereka sangat suka membaca buku. Tapi sayangnya masih susah untuk merawat buku mereka. Apa yang bisa saya lakukan?
Reward mingguan buat kelompok yang mengumpulkan point terbanyak adalah dapat meminjam buku bu Guru :) Mereka ternyata sangat tertarik dan bersemangat. Buku pertama yang saya tawarkan adalah Indonesian Children’s favorite stories. Saya enak-enak saja selama seminggu mengajar mereka karena mereka berusaha bersikap baik, belajar dengan antusias (karena kalau menjawab pertanyaan benar maka kelompok mereka akan dapat poin). Tapi tentu saja ada syarat lainnya. Kelompok yang berhasil meminjam buku itu wajib menjaganya, tidak boleh ada bekas lipatan, coretan, apalagi kotor dan sobek. Mereka mulai belajar merawat buku dan bertanggung jawab terhadap barang milik orang lain. Minggu berikutnya, buku bu Guru beda lagi dong. Yang saya tawarkan adalah buku i-Science mini encyclopedia yang saya beli di Singapore. Saya sebenarnya deg-degan juga meminjamkan buku-buku terbaik saya pada mereka, takut rusak hiks. Tapi saya jadi ikut belajar tentang satu hal penting:
"Percayailah orang terlebih dahulu bila ingin mendapatkan kepercayaan mereka"
Semoga 30 siswa di kelas 4A kelak meneruskan kecintaan Bung Hatta dan Bu Guru mereka pada buku. Amin.

Cerita Bersama Sang Murid 7

Gokusen

February 5th, 2006 by hestiwuland
Saya lagi tergila-gila nonton serial tv Jepang yang judulnya ‘Gokusen’. Ceritanya tentang Kumiko yang sangat mencintai profesinya jadi guru tapi harus menyembunyikan identitas dirinya sebagai penerus keluarga Yakuza.
Apa mungkin karena terobsesi jadi guru seperti yankumi (panggilan buat Kumiko dari murid-muridnya), sampai saya tinggal di kelas bersama beberapa murid saya saat pulang sekolah. Seorang murid saya (Kali ini tidak saya cantumkan namanya) curhat tentang keengganannya pulang ke rumah. Dia mengeluh karena pulang sekolah harus belajar keras dan baru tidur jam sepuluh malam. Tidak boleh nonton tivi dan sebagainya. Padahal baru saja siang tadi ibunya minta tolong ke saya untuk memberitahunya pulang sekolah harus belajar lagi. Untuk hal ini saya setuju dengan sang ibu, tapi sampai jam sepuluh malam??? Hm, sudah mendekati ‘penganiayaan’ secara psikologis nih pada anak. Padahal baru saja kemarin ada talk show bareng Kak Seto yang diadakan oleh PT.INCO
Anak ini cerita, dia merasa terlalu di jaga oleh ibu. Dan ibunya sangat disiplin dalam pelajaran. Hasilnya, saat teman-temannya yang lain pulang, dia tinggal di reading area kelas dan tidur-tiduran saja. Kasihan… Saya juga bingung bagaimana menghadapinya, di sisi lain saya harus menghormati aturan ibunya dan di sisi lain saya merasa ini tidak adil untuk anak yang masih butuh waktu bermain.
"Suka membaca ga?" tanyaku ringan.
"Suka sih bu."
"Baca apa saja?"
"Majalah."
Temannya menyeletuk,"Saya juga suka baca majalah tentang sains, bu. Saya dikirimin dari saudara saya di Bandung."
"Kalau membaca itu dinikmati pasti menyenangkan deh. Nanti malah lupa waktu loh. Kalau belajar di rumah nanti, coba untuk senang dulu dan menikmati bacaannya. Tiap pagi mau kan ceritain kembali ke ibu guru 5 menit-an gitu?"
Dia hanya tersenyum malas. Tapi akhirnya mengangguk walaupun dengan malas.
Hanya itu yang bisa saya lakukan saat ini,…
Peristiwa hari ini membuat saya sadar bahwa ilmu psikologi yang saya dapatkan di bangku kuliah selama 4 tahun perlu diterapkan sepenuhnya di sekolah. Saya tidak ingin murid-murid saya akhirnya jadi robot kurikulum pendidikan yang berat buat anak-anak. Saya harus buat mereka mencintai belajar, dan belajar berbagi dengan teman.
Dan itu juga karena Gokusen yang mengingatkan saya makna sebagai seorang guru.

Cerita Bersama Sang Murid 6

Mengikat Makna

January 26th, 2006 by hestiwuland
Hari ini, guru-guru YPS mendapat tamu dari Bandung. Beliau adalah Pak Hernowo, seorang penulis dan CEO MLC. Sebelum beliau datang, saya sudah membaca 3 buku karangan beliau yang menurutku sangat bergizi (meminjam istilah Pak Hernowo sendiri tentang isi buku).
Dalam diskusi tadi, Pak Hernowo dengan semangat ‘ngomporin’ para guru untuk rajin membaca agar otak tidak cepat rontok. Dalam bukunya yang berjudul ‘Menjadi guru yang mau dan mampu mebuat buku’, Pak Hernowo menuliskan bahwa output membaca buku adalah menjadikan diri sebagai seorang penulis cerita. Semakin banyak buku yang dibaca seseorang, maka semakin banyak pula kosa kata yang dimilikinya yang memudahkan seseorang itu mengeluarkan ide dengan beragam kata-kata dan kosa kata yang kaya. Nah, biar hasil membaca tidak menguap begitu saja, sebaiknya menuliskan hal yang ditemukan di buku bacaan itu kembali. Pak Hernowo menamakan ini sebagai proses mengikat makna.
Ngomong-ngomong soal mengikat makna, sudah dua minggu ini grade 4 A melakukan hal ini (walaupun saya sendiri baru tahu istilahnya adalah mengikat makna). Mereka saya beri tugas membuat ‘Reading Journal’ selama semester 2. Dengan begitu, saya berharap reading corner kelas 4A bisa hidup bukan hanya dengan komik Yu Gih Oh saja. Mereka harus membawa sebuah buku bacaan mereka (sebisa mungkin bukan komik, kalo komik yang berisi pengetahuan malah saya anjurkan) dan meminjamkan ke perpustakaan kelas yang diurusi oleh dua orang pustakawan kelas (jabatan ini akan dirotasi sebulan sekali). Setiap anak wajib membaca buku-buku yang ada di perpustakaan kelas 4 A, dan setelah membacanya harus menuliskan lagi apa yang mereka dapatkan dari bacaan itu di reading journal yang saya sudah siapkan. Saya menganjurkan mereka melakukan ini saat jam istirahat, setelah makan ataupun saat guru belum datang ke kelas. Bulan berikutnya buku yang mereka pinjamkan akan dikembalikan lagi dan mereka harus membawa buku yang lain lagi sehingga mereka kaya akan bacaan.
Saya senang sekali melihat kemajuan beberapa anak dengan tugas reading journal ini. Saya terkesan pada Dhanah, siswa saya yang tadinya ogah-ogahan di kelas, ternyata sekarang sudah menyelesaikan 3 lembar reading journal.
"Boleh kan, bu, kalau saya baca bukunya di rumah dan menulisnya di rumah juga?" Tanyanya.
"Oh, boleh, dong. Kamu bilang ke Eka, nanti dia yang catat buku apa yang kamu pinjam."
Farhan dan Eka yang bulan ini bertugas sebagai pustakawan juga melaksanakan tugas dengan baik. Mereka terlihat antusias.
Setelah diskusi pagi ini dengan Pak Hernowo, terselip rasa bangga karena saya mulai membiasakan murid-murid saya untuk ‘mengikat makna’. Namun, saya merasa malu untuk satu hal. Saya baru bisa mewajibkan mereka melakukan reading journal ini, padahal saya sebagai guru harus memberi teladan dulu. Seperti kata Pak Hernowo bahwa kunci utama siswa yang kesulitan adalah gurunya yang memberikan teladan.
‘In learning you will teach, In teaching you will learn’ (Phil Collins - A son of Man).
Dan sekarang saya yang belajar dari cara saya mengajar murid saya. Ganbarimasu!!!

Cerita Bersama Sang Murid 5

Grade 4 A and Harry Potter

January 25th, 2006 by hestiwuland
Semester kedua sudah berjalan. Saya disambut dengan sebuah tugas baru dari kepala sekolah, yaitu menjadi wali kelas 4 A. Senang, tentu saja. Dan makin deg-degan. Karena kelas 4 A buat saya adalah kelas yang istimewa. Di antara 30 siswanya ada sepupu saya dan ada beberapa anak dari teman-teman bapak saya. Mereka cerdas walaupun pemalas (Tampaknya malas adalah salah satu ciri orang cerdas. Saya jadi teringat ungkapan teman saya tentang hal ini, bahwa karena malas, orang yang cerdas akan kreatif mencari jalan termudah dalam melakukan segala sesuatu. Contohnya, kata teman saya itu, orang cerdas menciptakan eskalator karena dia malas naik tangga. Hehehehehe…untuk point yang ini saya setuju dengan teman saya itu dan hasil dari kecerdasan dan kemalasan itu saat ini tingkat obesitas di dunia semakin meningkat :) )
Kembali ke grade 4 A… mereka semua senang membaca, mereka senang bermain, dan mereka senang bekerjasama dan berkompetisi. Ini aset yang grade 4 A miliki yang sangat memudahkan pekerjaan saya.
Saya membagi mereka dalam 5 kelompok, dan di setiap kelompok ada key student untuk mata pelajaran tertentu. Dengan harapan mereka akan terbiasa dengan sistem peer tutoring di setiap pelajaran saya nanti. Mereka senang walaupun masih ada protes-protes kecil karena biasalah, susah memisahkan anak yang sudah terlalu karib dengan temannya. Mereka bebas menamakan kelompok mereka. Dan hasilnya, lahirlah group Smart, Ravenclaw, Hupplepuff, Gryffindor, dan Narnia (Tidak ada yang mau menamakan kelompoknya dengan nama Slytherin hehehehe…berarti murid-murid saya ini sudah punya tekad menjadi jagoan yang baik hati, ramah, tidak sombong, hemat….hehehehe). Kelima kelompok ini bersaing satu sama lain untuk menjadi kelompok terbaik di grade 4 A akhir semester nanti, karena segala aspek termasuk prestasi, sikap dan perilaku akan diperhitungkan sebagai poin tambahan untuk pengurangan. (Silahkan baca serial Harry Potter karena saya mengadopsi sistem asrama dari Hogwards.)
Hasilnya, …?
Dalam dua minggu ini, ruang kelas 4 A selalu terlihat rapi, murid-murid saya antusias belajar, sikap dan perilaku mereka lebih baik, dan saya pun bahagia.
Thank you, Harry Potter :)

Cerita Sang Guru 2

First Semi Annual Leave

December 22nd, 2005 by hestiwuland
Jogja,
Diriku datang …
:)

Cerita Sang Guru 1

Hujan

December 20th, 2005 by hestiwuland
Saat ini Sorowako sedang diguyur hujan. Hal yang paling menyenangkan saat hujan adalah makan bakso, makan indomie, makan bakwan (hm, jadi ingat kantor YBA di Jakarta…), dan tidur.
Saya membayangkan murid-murid saya yang tadi menyelesaikan ujian sumatif. Pasti mereka sedang menikmati salah satu dari yang menyenangkan itu. Atau kalau versi Fandi, " Bu, asyik nanti pulang udah bisa main hehehehe."
Dulu ketika saya masih sekolah, hari terakhir ujian adalah hari yang menyenangkan. Bebas gitu loh. Nah, sekarang kalau ujian berakhir sudah bukan hal yang menyenangkan lagi, kerjaan koreksian banyak sekali. Tidaaak. Tapi hujan tetap saja turun, ga bisa pulang, dan tetap bekerja di sekolah.
Hujan…

Cerita Bersama Sang Murid 4

Ganteng

December 19th, 2005 by hestiwuland
Fandi adalah salah satu warga grade 4 A. Dan jujur saja, anak ini sudah menawan hatiku sebagai gurunya. Badannya kecil, tidak seperti Dima ataupun Farhan. Dan dia selalu tersenyum simpul.
Nah, yang menarik perhatian adalah saat saya melontarkan pertanyaan-pertanyaan pembuka pelajaran pada murid-murid, Fandi termasuk yang sering memberikan jawaban spontan. Kalau dia benar, sambil tersenyum simpul (ciri khasnya) berkata,"kan Fandi ganteng, bu!"
Kontan aja seisi kelas meneriakkan ‘huuuu…’
…dan Fandi cuek saja.
Pernah sekali dia sekelompok dengan Nonik. Anak ini seorang ketua kelas dan cerdas. Pada saat itu, Fandi bingung dan tidak tahu apa-apa. Nonik membantu Fandi dengan menjelaskannya sampai Fandi manggut-manggut mengerti. Setelah itu, Nonik menggodanya dengan suara kencang (maklum ketua kelas)…
"Fandi ganteng ga sekarang???"
Lagi-lagi Fandi tersenyum malu.
"Nggak…"jawabnya pelan.
Hehehehehe…
Lalu, kemarin pada saat saya bertugas mengawasi ujian sumatif di kelas 5, saya tertawa geli melihat isian daftar hadir,
Septiyan Ganteng
Raka Ganteng
Wah, ternyata ganteng ini udah jadi seperti family name di Singkole.

Cerita Bersama Sang Murid 3

Nakal atau kreatif ?

December 18th, 2005 by hestiwuland
Apa yang terbersit saat kamu menyadari kaos kakimu bolong?

Yang dilakukan oleh Dayat adalah menyetepler bagian kaos kakinya yang bolong itu.

Apakah ini tindakan kreatif atau kenakalan anak, atau iseng?
Dayat memang terkenal sebagai anak yang susah diatur dan pembuat kerusuhan. Tapi kejadian ini meyakinkan saya bahwa dia hanya berbeda, melakukan sesuatu berdasarkan sudut pandang yang berbeda dari temannya. Walaupun itu tindakan yang cukup berbahaya buat kakinya.
Saya hanya bisa tersenyum geli memandanginya. Teman-temannya yang lain juga mulai terkikik geli. Dan Dayat membalas memandangku dengan senyum simpulnya. Baginya, masalahnya sudah teratasi. Hari ini kaos kakinya tidak terlihat bolong. Hehehehehe…

Cerita Bersama Sang Murid 2

Boys don’t cry…

December 14th, 2005 by hestiwuland
Hm… ini bukan karena era emansipasi wanita trus saya menyudutkan laki-laki. Bukan kok. Ini terjadi di dua kelas yang saya ajar.
Grade 4 A, Saat 28 murid sedang menyimak tentang bilangan bulat positif dan negatif, tiba-tiba ada yang mengadu.
"Bu, Anjar menangis!"
Semua murid yang sedang duduk si karpet serta merta menoleh ke belakang, ke arah Anjar. Sebenarnya saya punya peraturan di kelas, salah satunya tidak boleh mengadu. Peraturan itu saya buat karena saya sangat kerepotan dengan aduan mereka, sedikit-sedikit, "Bu…Dayat begini begini…", "Bu, ada yang ambil …" Kali ini saya mendiamkan si pengadu itu.
Hanya semenit kemudian, "Bu, Fandi juga nangis!!"
Akhirnya saya memberikan tugas dan meminta mereka mengerjakan di meja masing-masing. Anjar dan Fandi pun saya panggil.
"Kenapa, Anjar?" tanyaku.
Dengan mata berlinang dia curhat. Buku cetak matematikanya hilang sejak sebulan yang lalu, tadi sebenarnya saya tegur untuk mencarinya. Karena bagaimanapun dia butuh buku itu untuk latihan.
"Saya sudah cari dimana-mana, bu. Tapi hilang."
Saya marah. Tapi mana boleh marah pada anak umur 10 tahun yang sedang bingung.
"Anjar, kalau menangis apa bukunya bisa ketemu?" tanyaku.
Anjar menggeleng sambil menjawab,"Tidak, bu."
"Nah, tidak kan. Berarti perlu tidak menangis?"
Anjar kembali menggeleng.
"Ya, udah, kamu kerjakan tugasnya, salin aja dari buku temanmu. Dan tetap cari bukunya ya."
Anjar kemudian kembali ke tempatnya. Sekarang Fandi.
"Kok nangis, Fandi?"
"Tadi diledekin Dayat dan Aksan, Bu."
Nah, yang ini membuat aku gemes. Mau marah tapi lucu.
"Lah, kalo nangis memangnya Dayat dan Aksan berhenti ngeledekin?"
"Tidak, bu." kata Fandi sambil mengusap air matanya. Aku menatapnya, "Trus…tambah diledekin ga?"
Fandi mengangguk dan sebaris senyum malu-malu tampak di wajahnya.
"Dicuekin aja, Fandi. Perlu ga nangis?"
"Tidak, bu." jawab Fandi.
Dayat dan Aksan saya panggil. Dasar dua anak itu, mereka ketawa-tawa pas saya tanyain. "Bu, kan hanya bercanda, " Dayat membela diri. Akhirnya mereka bertiga salaman dan sudah tertawa-tawa kembali.
Saya pun lega dan berkeliling untuk melihat pekerjaan murid-muridku. Saat saya melihat murid-muridku yang laki-laki, terbersit sebuah permintaan di hati ini… Boys don’t cry!

Cerita Bersama Sang Murid 1

To teach is to learn

December 12th, 2005 by hestiwuland
3 bulan…
Ini adalah minggu terakhir grade 4A belajar sebelum ujian sumatif. Dan 2 minggu lagi adalah cuti pertamaku setelah 3 bulan jadi guru.
Tadi siang, lagi-lagi Dima menanyakan hal-hal yang aneh.
" Bu, lebih berat mana, Orca atau Gajah Afrika?"
"Waduh, nak,… ibu belum pernah nimbang mereka tuh…"
hehehehe… inilah guru yang bingung… jadi harus belajar banyak nih. Ada yang tau ga ya jawabnya?
Ocra adalah jenis paus pembunuh. Murid-muridku suka sekali dengan warna dan bentuknya. Apalagi yang namanya Fandi, itu adalah hewan kesukaan dia.
Yup, jadi guru sangat menyenangkan. Apalagi ngajarin anak SD. Lucu-lucu :)
dan yang pasti sih, to teach is to learn ( I really love this one).